Dendi Korban Kriminalisasi Yang Ditarget ?

0
Bagikan ke :

LAMPUNG — (HANDALNEWS.ID). Semenjak awal, Kejaksaan Tinggi Lampung memang sudah menarget untuk memenjarakan Dendi Ramadhona dalam pusaran kasus proyek SPAM yang nilainya hanya 8,2 miliar Rupiah. Kasus yang membelit mantan bupati Pesawaran itu lebih terasa seperti atensi khusus dengan tujuan tertentu ketimbang murni penegakan hukum.

Koordinator Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GRAK) Lampung, Chaidir, menyebut jika pihak Kejaksaan Tinggi Lampung telah melakukan suatu perbuatan dzolim dengan menetapkan mantan bupati Pesawaran dua periode, Dendi Ramadhona, sebagai tersangka dalam kasus Korupsi proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) tahun 2022.

Menurut Chaidir, seorang kepala daerah tidak bisa disangkakan melakukan suatu perbuatan melawan hukum hanya berdasarkan kebijakannya yang dianggap keliru, karena sistem pemerintahan tidak bersifat tunggal dan berdiri sendiri.

“Jadi kalau ternyata dalam pelaksanaannya terjadi masalah yang mengarah pada timbulnya potensi kerugian Negara, maka yang bertanggung jawab adalah pelaksana teknis dan pelaksana kegiatan. Namun, jika kemudian persoalannya digiring kepada pihak tertentu, ini juga merupakan bentuk ketidakadilan dalam proses penegakan hukum,” ujarnya.

Bagi Chaidir, sikap Kejaksaan Tinggi Lampung dalam pengungkapan kasus dugaan Korupsi SPAM Pesawaran hanya merupakan sarana untuk mencari panggung dalam menarik simpati publik.

“Dalam kasus ini (SPAM Pesawaran-red), pihak Kejaksaan Tinggi Lampung sukses membangun citra sebagai protagonis dan pihak lainnya sebagai antagonis, dimana pada akhirnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan daerah semakin merosot dan menghambat jalannya pembangunan yang memang sudah terseok-seok,” tukasnya.

Lebih lanjut Chaidir mengatakan jika sejatinya mantan bupati Pesawaran, Dendi Rhomadona, merupakan korban dari proses penegakan hukum yang dilakukan pihak Kejaksaan Tinggi Lampung. “Seharusnya pokok kasus ini cukup ditangani Kejari Pesawaran, namun karena ingin memperoleh isu yang lebih besar dan menarik perhatian, maka Kejati Lampung mengambil alih dengan ‘menumbalkan’ mantan bupati Pesawaran,” urainya.

Chaidir menambahkan, jika memang pihak Kejaksaan Tinggi Lampung betul-betul ingin melakukan penegakan hukum dalam pemberantasan Korupsi, seharusnya bisa mengungkap deretan kasus-kasus besar yang nilainya jauh lebih besar dengan banyak dugaan yang melibatkan oknum-oknum pejabat aktif.

“Tapi ternyata bagaimana ? sejauh ini kasus yang terungkap terkesan tebang pilih kasih dan hanya berkisar pada mantan-mantan pejabat daerah. Sementara kasus-kasus dengan melibatkan oknum yang masih berkuasa tidak disentuh. Lalu apakah dengan begini wajah penegakan hukum di Lampung bisa dibanggakan?,” tutup Chaidir. (Redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *